Ad Code

Anies Normatif, Ganjar Solutif, Dan Prabowo Cari Panggung Sendiri


Oleh : Arif Hidayat
Dalam setiap pesta demokrasi, adu gagasan capres menjadi perhatian tersendiri. Bagaiamana tidak? Nasib rakyat dan arah pembangunan bangsa ditentukan oleh pemimpin negara selanjutnya. Lewat pemaparan dari calon Presiden bisa mendapatkan gambaran, bagaimana mereka akan memimpin suatu wilayah.

Adu gagasan dalam acara IdeaFest harusnya diikuti semua bacapres, tetapi Prabowo tidak bisa hadir. Entah apa yang menjadi alasannya, yang jelas dia hanya memaparkan idenya saat seminar nasional kebangsaan di Hotel. Mungkin karena tempatnya lebih adem serta adu panggung penuh untuk berbicara tanpa pertanyaan selama 2 jam.

Kalau dilihat dari karakter dan pembawaan adu gagasan Prabowo sebelumnya. Pasti lebih memilih mengisi seminar kebangsaan daripada IdeaFest. Sebab di acara Mata Najwa dia menginginkan pemaparan sampai 3 jam dan tanya jawab yang waktunya sedikit. Bahkan terlihat menghindari pertanyaan. 

Kalian bisa menilai sendiri orang yang menghindari pertanyaan, seseorang itu seperti apa. Yah bagiku orang yang takut disuguhi persoalan yang menyilang, ada permasalahan di dalam dirinya. Baik berkaitan dengan niat buruknya terbongkar, kesalahan terekspos, ataupun isu miring terbukti kebenarannya. 

Sebab orang berani menerima berbagai jenis pertanyaan sekalipun isu miring, justru itu sebagai ajang untuk meluruskan informasi salah kepada kebenaran. Sekaligus mereka yang siap menyambut persoalan, memiliki mental baja untuk menghadapi tantangan zaman atau negeri yang terjadi sekarang ini.

Prabowo bukan hanya tidak hadir dalam IdeaFest, di acara seminar kebangsaan justru memaparkan gagasan sebagai capres, bukan penguatan ideologi Pancasila, persatuan, kerukunan, sekaligus menolak paham radikal dan organisasi terlarang. Parahnya, dia meminta pendukungnya kembali.

Terlebih gagasan Prabowo masih sama dari dulu, visi tanpa misi. Langkah-langkah yang diambil cuma melanjutkan kartu Jokowi, kasih makan gratis kepada anak sekolah dan ibu hamil saja. tidak ada keseriusan dalam menghadapi persoalan yang ada. 

Bicara food estate untuk kemandirian pangan pun, seperti omong kosong. Tidak ada langkah konkret untuk menyukseskannya. Ditambah waktu dikasih tanggung jawab di Kalteng, malah dibuat mangkrak atau terbengkalai. Singkong katanay dijadikan tepung mocaf, yang ada hanya sebesar jari kelingking.

Anies pun tidak jauh berbeda dengan Prabowo, bicaranya sangat normatif. Dari pemaparan gagasan hingga di cerca berbagai pertanyaan, jawabannya sekeder “textbook.” Selama ini dia melakukan apa, dulu sudah menjabat Gubernur dan punya waktu sekian tahun untuk mendalami persoalan dan pemecahan, tetapi hasilnya nihil.

Perlu diingat, sebelumnya Anies pernah berbicara normatif dan visi angan-angan waktu pilkada dulu. Yang terjadi selama kepemimpinannya, janji manisnya banyak yang tidak terealisasikan. Justru angka putus sekolah menjadi tertinggi, kemiskinan meningkat, pengangguran semakin tinggi, hingga dp 0 persen gagal total.

Parahnya juga waktu Anies ditanyai, dia tidak paham maksud pertanyaannya sampai meminta penjelasan ulang. Terlebih jawabannya kurang menjawab persoalan. Secara singkatnya ditanyai bagaimana anak muda dipersiapkan dalam menghadapi tantangan zaman yang terus berubah, seperti AI atau era digitalisasi.

Jawaban Anies muter-muter tidak jelas, mulai dari pendidikan untuk semuanya, pendidikan sebagai investasi, hingga menjadi pembelajar. Kalau membicarakan AI itu tidak jauh dengan teknologi dan Bahasa pemrograman yang dikembangkan, bukan soal prediksi 10 tahun ke depan era apa. 

Sebelum ada AI, orang barat ataupun Jepang yang dekat dengan Indonesia sudah berbicara robot. Sedangkan di Indonesia masih berputar-putar pengetahuan yang lampau. Jadi tidak ada namanya berbicara di era 10 tahun ke depan seperti apa, melainkan kurikulum harus adaptif.
Kalau Pertanyaan diajukan ke Ganjar Pranowo, pasti jawabannya akan memasukkan kurikulum digitalisasi, soft skill, hingga mendorong inovasi ataupun kreativitas siswa. Bisa dibuktikan dari pemaparan sebelumnya serta track record.

Tidak perlu jauh-jauh, Ganjar sudah membuktikan pendidikan anaknya. Alam Ganjar mampu mengembangkan eceng gondok menjadi sepatu dan meraih kejuaraan. Dalam kinerja pemerintahan dia membuat SMKN Jateng. Siswa-siswa di sana mampu beradaptasi dan bekerja di perusahaan Jepang ternama. 

Terlebih Ganjar mendukung influencer untuk mendapatkan paspor biru, supaya bisa menjadi duta besar Indonesia. Anak muda sudah melek digital dan memiliki pemikiran terbuka untuk menerima segala macam informasi. Dia tangan generasi muda pemecahan masalah yang inovatif bisa dilakukan secara mudah.

Dalam menjawab pertanyaan panelis dan pengunjung dijawab dengan lugas serta solutif. Misalnya saja lulusan sarjana kesulitan mencari pekerjaan daripada lulusan SMK. Ganjar mendorong siswa ataupun mahasiswa untuk adaptif, kurikulum yang terus mengikuti perkembangan zaman, program magang untuk mahasiswa, kolaborasi dengan perusahaan, hingga penguatan praktikum.

Dilihat dari sini terlihat jelas siapa bacapres yang mampu menjalankan pemerintahan secara baik sekaligus menyelesaikan persoalan masyarakat di era digital ini. Bisa dibilang Ganjar memiliki penyelesaian masalah secara solutif, Anies tidak paham persoalan dan berbicara normatif, sedangkan Prabowo menghindari cercaan pertanyaan dari generasi milenial ataupun z. 

Semua orang punya hak masing-masing untuk mengidolakan ataupun mendukung capres pilihannya. Yang perlu digarisbawahi pemilihan pemimpin harus dilihat dari rekam jejaknya, bagaimana penyelesaian masalah, pandangan menghadapi era digital, hingga tegas melawan kelompok radikal ataupun organisasi terlarang. Sebab Indonesia bisa berdiri karena mufakat dari segala jenis etnis, ras, suku, agama, dan selainnya.

Indonesia butuh pemimpin yang bisa menghadapi tantangan perkembangan zaman sekaligus menjaga persatuan dan kerukunan antar sesama untuk keutuhan NKRI. Kalau salah pilih, bisa rungkad.